Review Film ‘Betaal’ Bangkitnya Zombie Tentara Inggris dari Terowongan yang Lama Terkubur

Review Film ‘Betaal’ Bangkitnya Zombie Tentara Inggris dari Terowongan yang Lama Terkubur – Setelah sukses komersial film Korea Busan (2016) dan film Jepang PlayerUnknown’s Battlegrounds (2017) di banyak negara, film horor bertema zombie bukanlah hal baru di industri film Asia. Kini, tidak hanya Korea Selatan dan Jepang yang berani membuat film bertema zombie, namun di India, miniseri baru Netflix juga memiliki tema serupa yang pasti akan membuat Anda penasaran seperti apa nantinya.

Review Film ‘Betaal’ Bangkitnya Zombie Tentara Inggris dari Terowongan yang Lama Terkubur

 Baca Juga : Ulasan Film Working Man

ukhotmovies – Serial Netflix terbaru ini berjudul “Betaal” dan tayang perdana pada 24 Mei kemarin. Perlu kita ketahui bahwa film Bollywood tidak terlalu familiar dengan film horor.

Beberapa film yang diturunkan hingga saat ini sarat dengan urban legend, atau bercampur dengan genre komedi, seperti “Go Goa Gone” (2013). Meski lumayan, tidak bisa memuaskan orang yang suka horor, karena belum dilakukan secara serius. .

Terdapat sebagian film yang mempunyai mutu di atas pada umumnya, semacam“ Tumbbad”( 2018) serta“ Stree”( 2018), ataupun yang sempat tayang di bioskop Indonesia,“ Bhoot Part One: The Haunted Ship”( 2019), tidak melegakan banyak audiens yang menyaksikan film itu.

Saat ini melalui‘ Betaal’, tema zombie dinaikan jadi jualan kuncinya, serta tidak main- main, serial ini dibuat langsung oleh rumah penciptaan ahli horor terkenal, Blumhouse Television, Sk Garis besar serta Red Chillies kepunyaan Shahrukh Khan. Film ini seluruhnya tampak menjanjikan dengan jenis horor, tanpa embel- embel lawakan.

Menit awal diawali, terdapat suatu cuplikan pendek dari harian kepunyaan Kolonel Lynedoch yang bertanggal 17 Juni 1857. Harian itu kurang lebih isinya melaporkan jika si kolonel bersama anak buahnya mau membantu banyak orang itu, tetapi mereka menyangkal, sebaliknya makar sesaat lagi hendak tiba.

Kesimpulannya si kolonel memakai dewa penjaga mereka, dengan memakai sumpah Betaal yang mereka punya, serta memusnahkan banyak orang itu. Di akhir tutur, kolonel memandang terdapat disiden di dalam terowongan, serta ia langsung menyudahi buat berangkat ke sana.

Sehabis harian itu timbul, selanjutnya timbul perkata peringatan yang ditulis di era saat ini, oleh Datuk di Dusun Nilja. Isinya mengingatkan orang buat tidak memijakkan kaki ke gorong- gorong, sebab sumpah Betaal sudah memusnahkan mereka. Mereka hendak kelaparan dikala mereka bangun.

Film setelah itu diawali dengan suatu ritual yang diadakan masyarakat dusun itu dengan Datuk Dusun Nilja yang berharap supaya mereka yang terdapat di terowongan ataupun gorong- gorong itu senantiasa tertidur supaya dusun itu senantiasa rukun.

Tetapi terdapatnya konsep pembangunan buat membuat kembali gorong- gorong yang dahulu dibentuk oleh si kolonel, mengakibatkan antagonisme masyarakat dusun dengan kontraktor swasta, Surya Corporation, yang ditugaskan buat membuka gorong- gorong itu, telah habis batas waktu waktunya.

Gorong- gorong itu dulu memanglah dibentuk oleh si kolonel dikala East India Company kepunyaan Inggris sedang menjajah negeri itu. Hikayat warga yang esok terbongkar berkata kalau makhluk halus Betaal( dari narasi orang India), sudah dibekuk oleh kolonel selaku atasan mereka.

Tahap membuka gorong- gorong itu dikhawatirkan hendak menghasilkan sumpah yang sepanjang ini tersembunyi rapat di sana.

Perwakilan dari kontraktor itu, Mudhalvan( Jitendra Joshi), bisik- bisik mencekoki kepala gerombolan Baaz, Panglima Tyagi( Suchitra Pillai), dari CIPD( Counter Insurgency Police Department), ataupun di Indonesia semacam Brimob.

Panglima Tyagi disuap buat mengatakan masyarakat di dusun itu selaku Naxal, disiden berajaran komunis, yang wajib mereka jauhkan supaya pembangunan itu bisa dituntaskan.

Gerombolan Baaz, yang dipandu oleh Vikram Sirohi( Viineet Singh) serta Wakilnya Panglima Ahluwalia( Aahana Kumra), tidak ketahui apa yang hendak mereka hadapi di tempat itu. Mereka kaget dikala hingga di gorong- gorong itu, nyatanya terdapat suatu( zombie) yang melanda mereka dalam kemalaman.

Vikram serta pasukannya setelah itu mencari tempat perlindungan yang nyatanya ialah markas Kolonel Lynedoch yang nyatanya sedang terdapat di tengah hutan. Tetapi Puniya( Manjiri Pupala), masyarakat yang aman, pula bersembunyi di salah satu bagian markas itu serta memiliki metode sendiri buat melawan zombie yang jumlahnya amat banyak itu, ialah dengan taburan kunyit, garam serta abu, yang mereka taburkan di sekitar markas itu, ditambah sesuatu jampi- jampi yang terbakar di depan markas.

Yang Vikram serta Ahlu tidak tahu merupakan, roh dari Kolonel Lynedock itu nyatanya menumpang dengan cara tidak kasat mata di balik Panglima Tyagi, yang dirasukinya dikala beliau masuk menerobos gorong- gorong itu tadinya. Roh inilah yang berbicara dengan cara telepati dengan seluruh zombie yang terdapat di luar situ, serta menunggu dikala yang pas buat melanda mereka seluruh.

‘ Betaal’( lagi- lagi) menjajaki formula film tadinya yang tidak jauh- jauh mengangkut urban legend dalam filmya. Memanglah dengan cara sugestif tidak nampak, sebab beberapa rumor turut dimasukkan, semacam neokolonialisme, aniaya etnik minoritas serta naxalisme, yang sedang terdapat di India sampai dikala ini.

Miniseri ini idenya amat menarik serta menjanjikan, tetapi waktunya tidak lumayan buat ilham besar yang mau di informasikan. Hasilnya merupakan seluruh serba tergesa- gesa, banyak segmen yang tidak berakhir, serta yang terutama merupakan apakah dengan perihal itu kita hendak dapat menikmati film ini?

‘ Betaal’ disutradarai oleh 2 sutradara sekalian, Patrick Graham serta Nikhil Mahajan, memanglah sukses di 2 adegan pertamanya. Film ini sukses membuat kepribadian, kerja sama serta interaksi dampingi player yang amat menarik dalam atmosfer horor yang mencekam.

Seluruh berjalan lembut, tetapi‘ Betaal’ tidaklah film yang menjual jumpscares lalu menembus semacam film horor pada biasanya, film ini malah sarat dengan bagian teknis supaya penggambaran yang di idamkan bisa berhasil. Memanglah tidak seluruhnya sempurna, faktor creepy nya kurang nendang, gore- nya tanggung, editing di sebagian scene- nya pula nampak jumping serta tidak lembut.

Di 2 adegan selanjutnya, terkini nampak film ini terasa segera mau menuntaskan seluruhnya. Di adegan 3 dari dini justru telah dikisahkan kerangka balik cerita ini timbul, selebihnya kita bermukim melihat saja, sebab seluruh dengan mudahnya dapat diprediksi.

 Baca Juga : The Last Thing He Wanted, Film Bergenre Thriller Politik Yang Didasarkan Pada Novel

Dari bagian teknis memanglah film ini amat menang, tetapi konsep produksinya banyak yang tidak masuk ide, semacam misalnya dapat berbicara dengan cara wajar 2 arah dengan orang, memiliki mata menyala bercorak merah, serta berjalan semacam orang wajar( buat kabur sedang nampak semacam zombie pada umumnya- red).

Buat kepribadian kuncinya sendiri, Ahluwalia ataupun dipanggil Ahlu serta Puniya( Manjiri Pupala) di film ini, pantas diberi atensi spesial sebab kedudukannya amat istimewa selaku permainan changer, yang kadang- kadang dapat memperoleh screen time lebih. Tetapi cinta, kerangka balik mengapa wajah Ahlu cacat beberapa serta Puniya pula tidak dipaparkan dari dini, cuma Vikram saja yang lalu diulang- ulang, serta repetisi semacam itu amat mengusik.

Untuk kita yang menggemari film horor berjudul zombie, miniseri ini pantas ditonton. Meski kita sedang biasa dengan film India spesialnya horor, rasanya itu bukan alibi buat tidak menyaksikan film menarik yang satu ini.

Janganlah lewati ending- nya di adegan terakhir yang hendak membuat kita kaget, serta menimbulkan pemikiran terdapatnya sambungan dari serial ini.